kode iklan

Tampilkan postingan dengan label Iman Islam dan Ihsan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iman Islam dan Ihsan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 April 2020

Pandangan Islam Dalam Menghadapi Musibah Wabah Pandemi Covid-19




Akhir Desember 2019, China dihebohkan oleh satu virus yang melanda negerinya, sehingga penduduk Hunan yang merupakan bagian dari Propinsi Hubei pada saat itu di dinyatakan Tempat terisolasi.

Ternyata tidak berhenti begitu saja, pelancong yang mengunjungi Hunan pun terkapar oleh virus corona 2019, sehingga sekembalinya kenegeri mereka virus ini berjangkit ke penduduk lainnya.

Pandangan Islam Dalam Menghadapi Musibah Wabah Pandemi Covid-19

Apa sih sebenarnya virus Corona ini ?
Dibanyak tulisan di blogger dinyatakan Virus Corona adalah jenis virus dari famili Coronaviridae yang bisa menginfeksi sistem pernapasan baik manusia maupun hewan. Kendati demikian, virus ini lebih banyak ditemukan pada hewan. Virus Corona pertama kali teridentifikasi pada periode 1960-an. Diberi nama Corona oleh karena struktur tubuhnya yang tampak menyerupai mahkota.  
Secara umum, virus Corona atau Coronavirus terdiri dari 4 subtipe yakni alpha, beta, gamma, dan delta yang mana keempat subtipe tersebut dibagi lagi menjadi 7 (tujuh) jenis virus,
yaitu:
·           229E
·           NL63
·           OC43
·           HKU1
·           MERS-CoV (Penyebab penyakit Middle East Respiratory Syndrome, atau MERS) Penyakit yang pertama kali muncul di negara Arab Saudi dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya (itu sebabnya penyakit ini dinamai MERS) pada tahun 2012 tersebut—sebagaimana dilansir dari WebMD—telah menyebabkan 858 orang meninggal dunia.
·           SARS-CoV (Penyebab penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome, atau SARS) penyakit ini telah memakan banyak korban jiwa, tepatnya 774 orang dari berbagai negara di Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Eropa. Wabah penyakit SARS baru dinyatakan berakhir pada tahun 2015, berdasarkan tidak adanya laporan kasus yang diterima.
·           2019-nCoV atau disebut juga Wuhan Coronavirus. Badan Kesehatan Dunia WHO selanjutnya memberi nama virus ini novel Coronavirus (2019-nCoV).  Jenis Coronavirus terakhir inilah yang kini sedang menjadi kekhawatiran warga dunia. Pelaporan wabah Virus Corona 2019-nCoV—disebut juga virus Corona ‘baru’—pertama kali diterima oleh WHO pada 31 Desember 2019. Lokasinya ada di negara China, tepatnya di kota Wuhan yang merupakan bagian dari provinsi Hubei. Kendati demikian, mengutip dari Sky News, WHO sendiri sampai saat ini belum memberikan status penyakit global (pandemik) pada wabah tersebut.

Nah bagaimana gejalanya, penularannya, dan pencegahannya banyak dong ditulis oleh kawan-kawan di blogger,  bahkan dalam berbagai himbauan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, Propinsi, dan Kabupaten terutama dari Dinas Kesehatan dong….

Untuk kali ini saya postingkan bagaimana sikap Umat Islam dalam menghadapi wabah seperti ini, mari kita dengarkan nasehat  Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazaq Al-Badr, seorang guru besar di Universitas Islam Madinah dan pengajar di Masjid Nabawi memberikan nasihat bagaimana seharusnya kita bersikap sebagai seorang mukmin menghadapi virus corona ini

Sikap yang pertama
kita harus bertawakal kepada Allah, ingatlah segala sesuatu terjadi karena kuasa Allah dan sudah menjadi takdir-Nya. Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taghabun ayat 11 :
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” 
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
Artinya: “Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering.” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata bahwa hadits ini hasan shahih).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Artinya: “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim, no. 2653)
Dalam hadits lainnya juga disebutkan,
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ
Artinya: “Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang harus aku tulis.’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.’” (HR. Tirmidzi, no. 2155. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sikap yang kedua
Selalu menjaga aturan Allah Ta'ala. Ingatlah jika kita selalu menjaga aturan Allah dengan memperhatikan perintah dan menjauhi larangan-Nya, pastilah Allah akan menjaga kita pula.
Dalam nasihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan, 
احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ،
Artinya: “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. Tirmidzi, no. 2516; Ahmad, 1:293; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 14:408. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Sikap Yang ketiga
Kita harus mengingat keadaan seorang mukmin antara bersyukur dan bersabar.
Dari Shuhaib, ia berkata bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Sikap yang keempat
Kita harus melakukan ikhtiar dan sebab. Lakukanlah sebab dan juga lakukan berbagai upaya untuk mengobati penyakit. Berobat dan mencari sebab bukan hal yang bertentangan dengan tawakal.
Dalam hadits disebutkan tentang khasiat buah kurma,
مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ
Artinya: “Barangsiapa di pagi hari memakan tujuh butir kurma ajwa, maka ia tidak akan terkena racun dan sihir pada hari itu.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 5779 dan Muslim no. 2047).
Untuk menghadapi wabah ataupun penyakit, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan dalam hadits dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأرْضٍ، وأنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عَلَيْهِ
Artinya: “Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Sikap Yang kelima
Kita harus memperkuat diri dengan dzikir, terutama dzikir pagi dan petang.
Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ : بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ ، ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، إِلاَّ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ
Artinya: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dari setiap harinya dan setiap petang dari setiap malamnya kalimat: BISMILLAHILLADZI LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’ WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM (dengan nama Allah Yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu pun yang membahayakan di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak aka nada apa pun yang membahayakannya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). [HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388; Ibnu Majah, no. 3388. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
Disebutkan juga dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِى لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
Artinya: “Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (HR. Bukhari no. 5009 dan Muslim no. 808)
Ukhti  cukup baca dua ayat saja, kita sudah diberikan nikmat yang luar biasa, Masya Allah. Oleh karena itu, mulai saat ini marilah kita mengamalkan ayat berikut,
ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ وَقَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُ
Artinya: "Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS. Al-Baqarah Ayat 285-286)
Selain itu, juga ada anjuran untuk membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan juga An-Naas.
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ خُبَيْبٍ – بِضَمِّ الخَاءِ المُعْجَمَةِ – – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( اقْرَأْ : قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ ، والمُعَوِّذَتَيْنِ حِيْنَ تُمْسِي وَحِينَ تُصْبحُ ، ثَلاثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ )) . رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي ، وَقاَلَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Artinya: ‘Abdullah bin Khubaib (dengan mendhammahkan kha’ mu’jamah) radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Bacalah: Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlash) dan Al-Mu’awwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas) saat petang dan pagi hari sebanyak tiga kali, maka itu mencukupkanmu dari segala sesuatunya.” (HR. Abu Daud, no. 5082 dan Tirmidzi, no. 3575. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Ada satu doa yang mengandung permohonan perlindungan secara sempurna dari berbagai mara bahaya, baca doa ini satu kali ketika pagi dan petang:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
ALLAHUMMA INNII AS-ALUKAL ‘AFWA WAL ‘AAFIYAH FID DUNYAA WAL AAKHIROH. ALLAHUMMA INNII AS-ALUKAL ‘AFWA WAL ‘AAFIYAH FII DIINII WA DUN-YAYA WA AHLII WA MAALII. ALLAHUMAS-TUR ‘AWROOTII WA AAMIN ROW’AATII. ALLAHUMMAHFAZH-NII MIM BAYNI YADAYYA WA MIN KHOLFII WA ‘AN YAMIINII WA ‘AN SYIMAALII WA MIN FAWQII WA A’UDZU BI ‘AZHOMATIK AN UGHTALA MIN TAHTII.
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari muka, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (oleh ular atau tenggelam dalam bumi dan lain-lain yang membuat aku jatuh).” (HR. Abu Daud no. 5074 dan Ibnu Majah no. 3871. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Sikap Yang keenam  
Jangan mudah percaya berita HOAX, pintar-pintarlah dalam menyaring berita. 
Salah satu hoax yang beredar menyatakan bahwa kurma harus dicuci bersih terlebih dahulu karena mengandung virus corona yang berasal dari kelelawar. Ini adalah info yang tidak benar.
Sebagai seorang muslim, kita harus pandai-pandai menyikapi berita dengan cara mengeceknya terlebih dahulu, Allah Ta'ala berfirman di dalam Surat Al Hujurat ayat 6 : ,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” 
 Sikap yang ketujuh
Bersabar . Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ,  الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ .  أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (segala sesuatu milik Allah dan kembali kepada Allah). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Ingatlah bahwa musibah yang paling besar adalah musibah yang menimpa agama, bukan musibah dunia.
Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam ‘Syuabul-Iman’, dari Syuraih Al-Qadhi rahimahullah ia berkata, “Sesungguhnya aku ditimpa musibah dan aku memuji kepada Allah karena empat hal:
  • Aku memuji Allah atas ujian yang tidak lebih besar dari yang menimpa ini.
  • Aku memuji Allah tatkala aku diberikan kesabaran atasnya.
  • Aku memuji Allah karena diberikan taufik mengucapkan kalimat Istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un) hingga mengapai pahalanya.
  • Aku memuji Allah karena musibah yang menimpaku bukan musibah dalam agamaku.”
Bersikap sabar dan tawakkal adalah jalan terbaik untuk saat ini dan kita berdo’a  karena Allah SWT yang mendatangkan penyakitnya maka semoga Allah pula cepat mendatangkan obatnya.




Jumat, 03 April 2020

Belajar Memimpin Do'a




Pernah ngak terpikir olehmu ketika diadakan majelis ulang tahun temanmu, antum diminta untuk membacakan do’a untuknya agar kehidupannya kedepan nantinya Allah mudahkan kehidupannya.
Dalam blog ini antum belajar sendiri berdo’a, dibawah ini hanya contoh saja. Dah…. Selamat mencoba.



Belajar Memimpin Do'a


  الْحَمْدُ يَارَبَّنَالَكَ  اَلْحَمْدُلِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًايُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُمَزِيْ

               كَمَايَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ 
. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَٰى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍوَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَصِحَّةً فِى الْبَدَنِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ

اَللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلَآءَ وَالْبَلَآءَ وَالْوَبَآءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالْمِحَنَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بَلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً اِنَّكَ عَلَى كُلِّى شَيْئٍ قَدِيْر

رَبَّنَااغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِمُعَلِّمِيْنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وَلِمَنْ اَحَبَّ وَاَحْسَنَ اِلَيْنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَجْمَعِيْنَ

ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّن رُّسُلِهِۦۚ وَقَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ غُفۡرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيۡكَ ٱلۡمَصِيرُ

 اَللّٰهُمَّ اِنِّا نسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّل
رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللّٰهُ عَلٰى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍوَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّايَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ







   

Kamis, 17 Oktober 2019

Apa Pandangan Islam tentang Gadai ?

  


Basren blog. Gadai ( rahn) adalah menjadikan suatu harta, sebagai jaminan atas suatu utang apabila terdapat halangan dalam pelunasan utang tersebut. Maka harta jaminan tersebut , atau hasil penjualannya, baik sebagian atau seluruhnya, dijadikan sebagai pengganti utang tersebut.
Hukum asal disyari’atkannya gadai adalah firman Allah SWT :
۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَة
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). “  (QS. Al-Baqarah ayat 283).
Adapun syarat dalam perjalanan sebagaimana yang ditunjukkan dalam ayat diatas adalah keluar dari keumuman yang terjadi, sehingga tidak difahami sebagai keharusan mutlak, (melainkan hanya difahami sebagai salah satu contoh kasus saja). Hal ini karena as-Sunnah menunjukkan di syari’atkannya gadai dalam keadaan hadir (tidak sedang dalam perjalanan), sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Aisyah r.ha, “ Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. “ (HR. Bukhari (no.2608) Muslim (1603).
HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN GADAI (RAHN)
1.    Tidak sah menggadaikan brang yang tidak boleh dijual seperti waqaf dan anjing, karena barang tersebut tidak bisa dugunakan untuk melunasi utang. Tidak boleh pula menggadaikan bbarang yang bukan miliknya sendiri.
2.    Harus tahu kadar, jenis dan sifat (bentuk) barang yang digadaikan.
3.    Penggadai adalah orang yang diperbolehkan mengelola hartanya atau pemilik dari barang gadaian tersebut.
4.    Penggadai tidak dapat mmengelola harta yang digadaikan tanpa izin dari pemegang gadai (untuk biaya perawata). Dan orang yang memegang gadai pun tidak langsung memiliki barang gadai, kecuali atas izin penggadai.
5.    Pemegang gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadaian, kecuali hewan tunggangan dan hewan yang diperah maka boleh menungganginya dan memerahnya asalkan menanggung biayanya  (seperti pakan dan biaya lainnya).
6.    Barang gadaian adalah amanat di tangan pemegang gadai. Apabila terjadi kerusakan maka ia tidak diharuskan menanggungnya kecuali ada unsure kesengajaan dari pemegang gadaiyang menyebabkan kerusakan barang gadai. Apabila utang telah jatuh tempo, maka si pengutang wajib segera melunasinya. Jika ia tidak mau, maka hakim dapat memenjarakannya dan menjatuhi hukuman kepadanya hingga ia mau melunasi utang tersebut atau dengan cara menjual barang gadaian dan hasil penjualannya dipakai untuk melunasi utang tersebut.







Rabu, 09 Oktober 2019

Kenapa Riba Dilarang Dalam Islam







Basren Blog. Riba secara bahasa artinya tambahan. Riba menurut syara’ artinya tambahan pada salah satu dari dua penukaran yang sejenis, tanpa ada penggantian pada tambahan tersebut.

Riba hukumnya haram sesuai dengan firman Allah SWT :
  وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰ
“ Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. “ (QS. Al-Baqarah ayat 275)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ  
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. “ (QS. Al-Baqarah ayat 178).

Allah SWT mengancam orang yang bermu’amalah dengan riba dengan ancaman yang sangat berat,  Allah SWT berfirman :
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ  “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. “ (QS. Al-Baqarah ayat 275).

Maksud dari ayat tersebut adalah mereka tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. Hal ini disebabkan besarnya perut-perut mereka karena memakan riba ketika di dunia.

Rasulullah SAW menggolongkan riba ke dalam dosa-dosa besar , dan beliau melaknat orang-orang yang melakukan riba dalam keadaan apa pun . “ Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “ Rasulullah SAW melaknat  pemakan riba1) , pemberinya, penulisnya dua saksinya. “
Dalam hadits yang lain disebutkan “ Mereka sama (dosanya) “ (HR. Muslim no. 1598).

HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA

Perbuatan riba dapat menimbulkan cinta kelezatan, ketamakan untuk
mendapatkan sesuatu dengan cara yang salah (tidak disyari’atkan), dan dapat
menghalangi rasa belas kasihan terhadap hamba-hamba Allah, karena riba sama dengan merampas harta orang lain. Pengambil riba telah memakan harta manusia, sedang mereka tidak mendapatkan sesuatu pun sebagai gantinya. Yang memungut riba sama saja dengan memperbanyak harta mereka dengan cara merampok orang-orang fakir. Perbuatan riba cenderung menjadikan pelakunya malas, menarik diri dari pergaulan, dan tidak maumelakukan pekerjaan atau usaha yang dibolehkan serta bermanfaat. Riba menjadi penyebab terputusnya kebaikan di antara manusia (misalnya hilangnya tolong-menolong di antara mereka) dan menutup pintu qardhul hasan (bentuk pinjaman tanpa bunga) di antara mereka. Sistem riba menjadikan segolongan dari pelakunya sewenang-wenang terhadap harta rakyat dan dapat menguasai perekonomiian suatu negara dan itu termasuk perbuatan maksiat yang besar kepada Allah SWT. Apabila harta pemakan riba bertambah, maka Allah akan menghilangkan keberkahannya, seperti dalam firmannya :
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ  
“ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. “ (QS. Al-Baqarah ayat 276).

PEMBAGIAN RIBA
Menurut jumhur ulama fiqh bahwa riba terbagi kepada tiga yaitu :
a.    Riba Fadhl
Riba fadhl artinya terjadinya kelebihan pada salah satu barang riba yang sejenis.
Contohnya : Seseorang membeli 1000 sha’ gandum dari orang lain dengan gandum 1.200 sha’, kedunya saling mmenerima barang tersebut dengan tukar menukar dalam tempat akad. Maka ini termasuk tambahan, yaitu 200 sha’ gandum, tak ada ganti untuknya, itumerupakan kelebihan

Hukum riba fadhl ini adalah haram dalam enam hal, yaitu : emas, perak, gandum,jewawut, kurma dan garam. Apabila ada seseorang menjual salah satu dari enam hal tersebut, maka haram baginya untuk menambah atau melebihi. Sesuai hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “ Penjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (jewawut) dengan sya’ir (jewawut), kurma dengan kurma, garam dengan garam, haarus dilakukan secara sama (dalam timbangan atau takaran) dan langsung diserah terimakan (kontan). Barang siapa menambah-nambah atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil tambahan atau yang memberikan tambahan hukumnya sama. (HR.Riwayat Bukhari (no.2176,2175), Muslim (no.1584) dan lafazh ini milik Muslim).

Diqiaskan dengan enam barang ini adalah barang-barang yang sama illatnya (alasannya) dengan enam barang ini, sehingga barang-barang tersebut haram juga jika ada kelebihan pada salah satunya. Illat diharamkan riba fadhl adalah “ bisa ditakar “ atau “bisa ditimbang”, maka haram untuk member tambahan pada jual beli komoditi yang ditakar dan ditimbang.

b.   Riba an-Nasii-ah
Riba an-Nasii-ah adalah tambahan pada salah satu dari dua jenis barang riba yang dipertukarkan, dan pertukaran tersebut tidak tunai, yaitu penyerahan atau penerimaan barang tersebut diakhirkan, sedangkan kedua jenis barang yang dipertukarkan itu memiliki illat yang sama, yang diterangkan dalam riba al-fadhl. Dan disini ditegaskan bahwa tukar menukar tersebut tidak tunai.
[ Keterangan : Illat yang sama, seperti emas dengan parak, karena sama-sama sebagai alat tukar. Atau kurma, gandum, sya’ir dan garam, illatnya sama, yaitu sama-sama bahan makanan pokok dan tahan lama. Contoh riba an-Nasii-ah : menukar 1 gram emas dengan 15 gram perak secara tidak tunai].

Misalnya : Seseorang menjual 100 sha’ gandum dengan 200 sha’ gandum yang akan dibayar setelah berlalu masa satu tahun. Maka tambahan (sebesar 100 sha’)  dianggap sebagai imbalan dari waktu yang berlalu salama satu tahun. Atau seseorang mmenjual 1 kg gandum kualitas rendah dengan 1 kg gandum kualitas bagus. Namun keduanya tidak melakukan serah terima.

Hukumnya adalah haram, karena sesuai dengan ketentuan dalam al-Qur’an dan juga  hadits bahwa riba diharamkan dan mendapat ancaman bagi pelakunya.  Akad semacam ini termasuk riba dan telah diketahui sejak zaman Jahiliyah dahulu, sekarang akad seperti ini biasanya diterapkan di bank-bank.

Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda setelah Beliau SAW menyebutkan emas dan perak, “ Janganlah kalian menjual (emas dan perak) yang tidak ditempat dengan yang ada di tempat. “

Dan dalam lafazh yang lain :
“ Selama dilakukan dengan dengan tunai dan terjadi serah terima pada saat akad, maka hal ini tidak mengapa. Namun ketika terjadi penagguhan waktu serah terima, maka hal ini termasuk riba. “ (HR. Muslim no. 1589).

CONTOH KASUS RIBA
Ada beberapa kaidah yang akan dijelaskan agar kita bisa mengetahui mana saja persoalan yang menyangkut riba dan mana saja perkara yang mubah (boleh). Kkaidah tersebut adalah apabila barang ribawiy itu dijual dengan sejenisnya, maka ada 2 syarat yang harus dipenuhi :
1.    Serah terima di tempat akad sebelum berpisah
2.    Sama jenisnya dengan menggunakan ukuran yang disyari’atkan, tanpa melihat kepada bagus atau jeleknya barang, yang ditakar dengan yang ditakar, yang ditimbang dengan yang ditimbang.
Tapi apabila mmenjual barang ribawiy dengan yang bukan sejenis  maka tidak ada syarat untuk penjualannya. Apabila iitu terjadi, maka boleh berpisah sebelum melakukan serah terima.

Berikut beberapa contoh kasus dan hukumnya :
1.    Menjual 100 gram emas dengan 100 gram emas yang ditunda setelah sebulan. Hal ini hukumnya haram karena termasuk riba, karena tidak langsung serah terima di majlis akad.
2.    Membeli 1 kg jewawwut dengan 1 kg gandum adalah boleh karena berbeda jenis, namun disyaratkan langsung serah terima di majlis akad.
3.    Menjual 50 kg gandum dengan seekor kambing adalah boleh secara mutlak, baik adanya serah terima di majlis akad maupun tidak.
4.    Tukar menukar uang dolar, misalnya 100 dolar ditukar dengan 120 dolar. Hal ini tidak boleh.
5.    Meminjamkan 1.000 dolar dengan syarat dikembalikan setelah sebulan atau lebih 1.200 dolar. Hal ini juga tidak  boleh.
6.    Menukar 100 dirham perak dengan 10 junaih emas yang akan dibayarkan setelah berlalu sebeulan . Hal ini tidak boleh, karena harus langsung serah terima pada saat akad.
7.    Jual beli saham bank ribawi juga tidak boleh, karena termasuk menjual uang dengan uang tanpa ada kesamaan dan serah terima.